Masih teringat ketika di awal tahun 2008 saya sangat berhasrat untuk membuat sebuah jurnal online dimana saya dapat menuliskan semua buah pikiran dan blog adalah pilihan media yang tepat namun ternyata itu bukan sebuah perkara yang mudah. Jalan untuk menjadi seorang blogger yang saya impikan sangatlah rumit dan berkelak kelok. Idealisme awal harus “terjual” dengan godaan SEO, traffic, keyword, advertising dan hal-hal kontroversi lainnya.
Tahun-tahun awal ngeblog saya banyak menuliskan topik yang berhubungan dengan teknologi atau internet yang tentu saja akan banyak mengundang pengunjung untuk datang via mesin pencari bahkan sempat memasang plugin untuk mendulang traffic tinggi. Usaha tersebut membuahkan hasil dengan jumlah visitor dan pageviews yang cukup tinggi untuk ukuran pemula disertai dengan ratusan komentar untuk satu post saja bahkan pernah dapat puluhan ribu view per hari. Namun itu semua bukan sesuatu yang sedari awal saya impikan.
Saya sejak awal ingin menjadi personal blogger dimana pengunjung yang datang memang ingin membaca dan mengapresiasi apa yang saya tulis bukan dengan hasil bantuan mesin pencari. Saya sebenarnya mengerti memang “tipikal” pengunjung blog di Indonesia ini adalah hasil “pantulan” dari mesin pencari. Hal ini dapat terlihat dengan banyaknya blog yang membahas teknis 5 W + 1 H, “What”, “Where”, “Why”, “Who”, “When” dan “How” baik itu untuk topik teknologi, internet, entertainment atau pendidikan. Bagi blogger yang memang tujuan awalnya adalah membangun sumber daya blog penggunaan rumus 5 W + 1 H niscaya akan melejitkan nilai blog di mata pengunjung yang haus akan data dan informasi.
Karena sudah terlanjur terlalu banyak membahas topik-topik yang “menembak keyword” alhasil saya tidak bisa menggunakan tema (theme) blog personal. Secara pribadi saya adalah penggemar tema blog WordPress yang rapi, simpel, personal dan “sangat menggambarkan jati diri” orang tersebut seperti screenshot ini,
Kalau melihat contoh tema di atas tentu saja pengunjung langsung mengetahui bahwa itu adalah blog yang “sangat” pribadi dimana pemilik blog lebih banyak menulis keseharian atau topik personal alih-alih membahas topik “Bagaimana Cara Root Ponsel Android” atau “Cara-Cara Download Film Gratis”, misalnya. Nah, masalahnya kalau saya memakai tema blog di atas akan terasa sangat kontradiktif terhadap isi dan visi/misi topik blog saya selama ini.
Tidak ada kata terlambat untuk memulai sesuatu yang baru dan impian awal untuk menjadi personal blogger pun masih dapat dicapai jika saya tetap konsisten dengan hati dan nurani karena kesuksesan sebuah blog tidak selalu diukur dengan ranking Alexa, traffic atau banyaknya komentar namun lebih kepada kepuasan “batin” seorang blogger di balik tulisan yang dibaca oleh pengunjung.
Think Different.
Hi Kak Dion Barus, selamat telah berhasil menjadi seorang Blogger yang PRO (Sukses). Bagus tampilannya, cerita di dalamnya juga menarik. Sepertinya saya tergoda untuk hijrah ke wordpress, hmmmmmm. Gimana caranya konsisten untuk menulis di blog? sebagai seorang Blogger pemula, di kepala hanya muncul Iklan, pengunjung yang banyak, banjir komentar, pujian dari kekasih dan mungkin nomor satu di Mbah Google.
Terima kasih
Hi juga. Saya bukan pro blogger kok saya cuma blogger biasa. Kalau untuk blogging lebih baik pakai platform WordPress daripada Blogspot. Saya juga gak konsisten dalam menulis di blog jadi belum bisa kasih advise ke Kharis. 😀
hai mas Dion salam kenal. lika-likunya lebih kurang sama nih hihihi. cuman saya terjebak pada plaform media sosial. dan pernah menganggap plaform blog lama-kelamaan akan mati. ternyata prediksi saya salah 😀
salam…
Salam balik juga Mas Diptra. Minimalis juga ya. 🙂
Begitulah Mas Dion. Pelan-pelan menjalani Hidup Minimalis. 🙂
Saya telat memulai blog tetapi mau mencobanya. setelah banyak membaca sulitnya konsisten dalam menulis blog maka serasa sudah akan layu sebelum tumbuh. Memang sih menulis dan berbagi kepuasan kita saat tulisan dibaca orang lain, tp membuat blog butuh biaya dan tentunya tidak bisa semata-mata kepuasan dalam menulis…