Lawan Ahok di Pilkada Gubernur DKI Jakarta baru akan dilangsungkan pada bulan Februari 2017 namun gema-nya sudah terasa dari sekarang. Tercatat saat ini sudah ada 3 tokoh utama yang bakal bertarung memperebutkan DKI 1 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Yusril Ihza Mahendra dan Sandiaga Uno. Dari ketiga nama tersebut hanya Ahok yang telah resmi dan siap menjadi Gubernur DKI Jakarta 2017 dengan jalur independen dan didukung oleh partai Nasdem dan Hanura (per bulan April 2016).
Berdasarkan data dan hasil survey yang di rilis oleh Charta Politika menunjukan kecenderungan bahwa calon dari incumben masih memimpin dalam perolehan suara baik dari tingkat popularitas maupun tingkat elektabilitas. Berikut data infografis survey Charta Politika per tanggal 30 Maret 2016:
Dari infografis diatas harus dibedakan juga antara Tingkat Popularitas dan Tingkat Elektabilitas karena yang menentukan seseorang terpilih di pemilihan langsung adalah tingkat elektabilitas sedangkan tingkat popularitas hanya indikator bahwa seseorang tersebut “dikenal” oleh para pemilih.
Berdasarkan Tingkat Elektabilitas dapat terbaca ada “gap” yang sangat jauh sekali antara Ahok dan para penantangnya, tak kurang terjadi 41% selisih elektabilitas antara Ahok dan Yusril. Andai saja Pilkada DKI Jakarta dilakukan pada hari ketika survey tersebut dilaksakan maka jelas terlihat Ahok akan menang mutlak. Namun karena Pilkada DKI baru akan dilaksanakan sekitar 10 bulan lagi tentu saja konstelasi persentase elektabilitas Ahok akan berubah secara dinamis naik turun. Dalam dunia politik 10 bulan adalah waktu yang sedikit banyak cukup untuk mengubah arah permainan politik. Satu isu kontroversi saja yang berhasil dihembuskan oleh lawan politik maka akan berpengaruh terhadap perolahan persentase para calon.
Kemudian bagaimana caranya agar para lawan Ahok di Pilkada nanti dapat memperoleh suara yang signifikan? Jawabannya tentu saja memanfaatkan kelemahan “utama” Ahok. Sama seperti manusia normal lainnya Ahok pasti memiliki kelemahan yang belum “terekspose” dengan maksimal oleh lawan politiknya. Sejauh ini saya melihat setidaknya ada 3 kelemahan Ahok diantaranya:
-
Mayoritas Calon Pemilih Ahok Adalah Masyarakat Menengah Ke Atas
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Ahok didukung oleh mayoritas masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan lebih baik, tingkat ekonomi yang cukup kuat, melek teknologi, berpikiran terbuka dan mampu menerima perbedaan sebagai sebuah pemersatu rakyat. Mereka inilah yang tidak terkukung oleh dogma-dogma konservatif seperti perbedaan agama misalnya. Apa yang digambarkan dan diwakilkan oleh komunitas Teman Ahok sudah dapat merangkum semua keberagaman pendukung Ahok.
Puluhan WNI Hadiri Deklarasi Teman Ahok Jerman https://t.co/WWBNVQm26n pic.twitter.com/lsEmeeapNC
— METRO TV (@Metro_TV) April 10, 2016
Suasana Booth TemanAhok di Emporium. pic.twitter.com/2LyGw4Ur6w
— Teman Ahok (@temanAhok) April 8, 2016
Ciri tipikal pemilih kategori ini adalah mereka telah menentukan pilihan sebelum Pilkada 2017 nanti dan bahkan Teman Ahok telah berhasil mengumpulkan 532.000 KTP dukungan untuk pasangan Ahok – Heru. Jumlah ini telah memenuhi syarat minimal pengumpulan KTP untuk calon independen yang ditetapkan oleh KPUD Jakarta. Kalau saja semuanya itu dapat dikonversikan menjadi suara semua maka akan sangat sulit bagi lawan Ahok untuk dapat bertarung di Pilkada tanpa adanya usaha tambahan.
Oleh sebab itu cara yang paling rasional dilakukan oleh lawan Ahok adalah “memanfaatkan” kehadiran masyarakat golongan “kurang mampu” di Jakarta yang mungkin selama ini selalu menjadi korban dari kebijakan Ahok. Data dari BPS Provinsi DKI Jakarta per bulan Maret 2015 jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta sekitar 398.000 ribu jiwa (3,93%).
Analisa dari kelompok masyarakat ini adalah mereka belum terlalu melek politik dan tidak akrab dengan kemajuan teknologi informasi sehingga arus berita tidak banyak terserap. Tak jarang kelompok ini mudah untuk dipengaruhi dan belum menentukan pilihan calon Gubernur sampai detik-detik terakhir pemilihan. Menurut saya celah inilah yang harus diambil olehh para calon untuk meraup dukungan dengan cara menjadi bagian dari mereka, terjun langsung ke lapangan dan menjadi perwakilan mereka untuk menghadapi kebijakan-kebijakan Pemprov DKI yang cenderung tidak populer di masyarakat bawah. Tipikal lainnya dari kelompok ini adalah mereka memiliki ikatan yang kuat bukan ikatan “dunia maya”. Selanjutnya calon lawan Ahok harus mampu mengakomodasi mereka dalam hal administrasi kependudukan, misalkan memastikan mereka mendapatkan KTP/KK sehingga dapat memberikan suara di pemilihan mendatang. Jika saja ini dapat dilakukan oleh para calon lawan Ahok dan angka tersebut dapat dikonversikan semuanya maka Ahok akan mendapatkan penantang yang serius.
-
Kasus Sumber Waras Dan Reklamasi Pantai Utara Jakarta
Kelemahan Ahok yang kedua adalah kasus dugaan korupsi yang walaupun sampai sekarang belum ada indikasi keterlibatan Ahok namun telah digunakan sebagai senjata oleh lawan Ahok untuk bertarung di Pilkada DKI nanti. Ya memang harus saya akui bahwa kasus Sumber Waras ini adalah kasus yang kontroversial dan “mungkin” sarat muatan politis. Kasus berawal dari dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Pemprov DKI setelah mendapat audit dari BPK Provinsi yang mengatakan bahwa ada kerugian negara sebesar kurang lebih 191 Milyar atas pembelian tanah RS Sumber Waras karena perbedaan nilai NJOP. Saya tidak ingin masuk lebih detail mengenai kasus ini karena untuk saat ini kasus Sumber Waras sedang dalam tahap penyelidikan oleh KPK.
Apa yang dapat kita pelajari mengenai kasus Sumber Waras ini dalam hubungannya dengan Pilkada DKI Jakarta 2017? Di Indonesia saat ini jika ada seorang pemimpin yang “terlewat” bersih baik dari sisi kerja atau pribadi dan sulit untuk diajak “kongkalikong” maka isu “korupsi” lah yang selalu menjadi batu sandungan begitupun dengan Ahok. KPK telah meyelidiki kasus ini sejak bulan Agustus 2015 dan sampai sekarang KPK belum menemukan adanya indikasi korupsi yang dilakukan oleh Ahok walaupun banyak sekali lawan politik Ahok yang menginginkan KPK segera menetapkan Ahok sebagai tersangka.
Komoditas jualan korupsi inilah yang sebenarnya bisa menjadi batu sandungan utama Ahok nantinya karena kalau saja KPK berhasil mencium indikasi perbuatan melawan hukum (korupsi) Ahok maka semua usaha dan perjuangan yang dilakukan oleh Ahok dan relawan Teman Ahok akan runtuh dan sia-sia. Cara ini akan sangat disukai oleh lawan Ahok karena mereka tidak perlu lagi membuang “uang politis” dan tenaga untuk kampanye karena dengan ditetapkannya Ahok sebagai tersangka maka secara otomatis reputasi di Pilkada tidak ada artinya dan pemilih pasti kan beralih kepada calon Gubernur lainnya yang mereka anggap bersih.
Citra Ahok sebagai politisi yang bersih dan anti korupsi harus tetap dijaga walaupun terpaan isu dugaan korupsi Sumber Waras ini sangat kuat sekali terjangannya. Sekali Ahok “lulus” dari cobaan dugaan korupsi Sumber Waras maka tak pelak lagi senjata lawan Ahok akan habis ibarat “berperang tanpa memegang senjata”.
Seakan tak putus badai menerpa kini Ahok kembali diterpa isu atas izin Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang melibatkan Ahok dengan pengembang property terkemuka di Indonesia. Senjata dari lawan Ahok sepertinya tak habis kali ini walaupun “aktor” utama dari kasus izin reklamsi Pantai Utara Jakarta ini adalah anggota DPRD DKI Jakarta M. Sanusi yang terkena Operasi Tangkap Tangan KPK. Dan anehnya walaupun yang ditangkap tangan adalah anggota DPRD dari Fraksi Gerindra yang selama ini sangat bersebarangan dengan Ahok yang disalahkan dan banyak dibicarakan adalah keterlibatan Ahok mengenai masalah reklamsi. Seolah-0lah siapaun orang yang terlibat yang salah pasti Ahok. Di dalam konteks politis hal tersebut bisa saja lumrah dan jamak dilakukan oleh politisi untuk cuci tangan dan bersembunyi dibalik kedok dengan mencari kambing hitam. Namun terpaan isu-isu korupsi tersebut tentu akan sangat memiliki implikasi yang besar terhadap persepsi masyarakat dalam memilih calon Gubernur.
Masyarakat yang terdidik dan memiliki akses informasi yang luas mungkin bisa saja tidak akan berdampak besar namun harap dicermati pula ada sebagian besar masyarakat calon pemilih yang akan sangat mudah termakan isu-isu tersebut. Mereka tidak melek hukum dan mereka tidak mengetahui proses dan prosedur hukum sehingga jika mereka mendengar isu apa saja jika Ahok korupsi Sumber Waras atau reklamsi Pantai Utara Jakarta maka tak menutup kemungkinan calon pemilih ini akan mengalihkan pilihannya ke lawan Ahok. Selama tidak ada cara lain yang lebih ampuh untuk melawan Ahok maka isu korupsi masih menjadi potensi “komoditas senjata” yang efektif digunakan oleh lawan Ahok.
-
Isu SARA (Suku, Ras, Agama dan Antar Golongan)
Sebenarnya saya pribadi tidak mau memasukan ini sebagai suatu kelemahan dari Ahok namun sebagai penulis saya harus objektif memandang semua permasalahan. Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta saat ini memang “terlahir” beda dengan Gubernur-Gubernur Jakarta lainnya karena Ahok adalah seorang keturunan Tionghoa dan beragama Kristen yang mana bagi sebagian orang hal tersebut menjadi sebuah alasan tersendiri untuk memilih calon Gubernur. Masyarakat Jakarta sendiri menurut pengamatan saya terbagi dua, ada yang pro dan kontra. Jumlahnya pun sampai sekarang belum diketahui secara pasti namun yang jelas jumlah yang kontra jauh lebih banyak daripada yang pro. Memilih pemimpin yang berbeda agama dari kita tentu sah-sah saja karena kita adalah negara yang berlandaskan Pancasila dan kebebasan dalam menganut agama juga hak untuk dipilih dan memilih telah secara tegas di atur oleh konstitusi dan Undang-Undang Dasar.
Kemudian masalahnya tidak se-sederhana itu karena masih banyak calon pemilih yang belum mengerti apa itu Bhinneka Tunggal Ika atau keberagaman dalam hidup bernegara dan bermasyarakat. Isu SARA yang menerpa Ahok sudah dalam taraf yang mengkhawatirkan. Jika anda cukup rajin memantau timline di Twitter maka anda akan sangat mudah menemukan banyak sekali tweet yang memojokan dan menghina Ahok hanya karena suku dan agamanya. Gerakan yang sering disebut sebagai “haters” ini sepertinya telah dikomandoi dan telah ter-sistem dengan baik sehingga jika ada isu baru yang muncul maka hampir dapat dipastikan tweet atau serbuan #hashtag akan membanjiri lini masa Twitter Indonesia. Dan sepertinya tidak etis untuk menyelipkan satu dua contoh tweet provokatif tersebut di post ini karena berpotensi untuk menyebar kebencian. Silahkan berselancar sendiri di Twitter.
Yang ingin saya tekankan dalam kelemahan terakhir Ahok ini adalah bahwa sekali lagi isu SARA pasti dan akan selalu ada digunakan oleh lawan Ahok untuk menyerang dan mempengaruhi calon pemilih Gubernur nantinya. Bagi mereka yang gagal memanfaatkan kelemahan Ahok di Point 1 dan Point 2 maka kelemahan terakhir inilah yang akan dimainkan. Kenapa isu SARA ini begitu penting dalam mendulang suara pemilih? Jawabannya sederhana. Hal paling hakiki bagi manusia adalah agama dan suku. Dua hal ini merupakan sesuatu yang tidak dapat dinegosiasikan atau diubah-ubah. Agama dan suku telah ada sejak kita dilahirkan dan akan terus ada didalam diri kita sampai ajal menjemput. Orang bisa bertindak apa saja jika agama dan suku mereka terancam. Begitu juga dengan konteks Pilkada. Para pemilih yang selama ini cenderung konservatif dan memiliki pola pergaulan terbatas memiliki kecenderungan untuk memilih seorang pemimpin berdasarkan agama dan suku. Apapun prestasi atau hasil kerja yang telah dilakukan oleh calon pemimpin yang berbeda agama dan suku bagi pemilih konservatif hal tersebut bukan menjadi sesuatu tolak ukur yang patut diperhitungkan.
Kelompok konservatif ini ada dan eksis ditengah dinamika masyarakat Jakarta yang kompleks dan multi kultral, jumlah mereka pun tidak bisa dibilang sedikit dan andai saja hal tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik oleh calon lawon Ahok maka bisa dibayangkan kekuatan apa yang bakalan muncul. Apakah hal tersebut salah dan melanggar ketentuan? Tentu tidak karena di Undang-Undang dan Konstitusi sendiri tak ada larangan untuk tidak memilih pemimpin yang beda agama dan suku. Yang dapat menjadi masalah adalah jika isu SARA ini dimainkan oleh para calon lawan Ahok untuk menjatuhkan dan mendiskreditkan Ahok di publik atau menggunakan isu SARA untuk memobilisasi masa yang berujung kekerasan karena merasa bersebarangan dengan Ahok. Hal-hal inilah yang harus dihindari oleh semua calon lawan Ahok untuk mewujudkan Pilkada DKI Jakarta 2017 yang adil, damai dan bebas.
Tulisan ini dibuat semata-mata sebagai bahan renungan pribadi akan maraknya gejolak Pilkada DKI dan saya berharap bahwa pemimpin yang memiliki integritas, berani tidak populer dan tegas mampu menjadi Gubernur untuk periode selanjutnya. Dan bagi Ahok sendiri harus diingat bahwa setiap manusia memiliki kelemahan dalam dirinya dan cepat atau lambat para lawan Ahok akan menyadari kelemahan tersebut dan dapat mengambil momentum pemilih. Ahok harus konsisten terhadap pendirian dan kebijakannya selama ini dan tidak mudah terbawa isu-isu yang dapat mengakibatkan merosotnya tingkat popularitas dan elektabilitas-nya. Biarkan rakyat memilih karena rakyat yang baik menghasilkan pemimpin yang baik pula. 😎
Postingan Terkait:
- Kesalahan Jurnalisme Abal-Abal Viva.co.id
- Putusan Komersial Arbitrase Asing di Indonesia
- Daftar Dosa-dosa IPDN Yang Tabu Dibicarakan (Bagian III)
- Daftar Dosa-dosa IPDN Yang Tabu Dibicarakan (Bagian II)
- Terbaru: Telah Ditemukan Blog-Blog Indonesia Penghina Agama
- Daftar Dosa-dosa IPDN Yang Tabu Dibicarakan
keren om